KOL HAN BANO
“Suatu legenda tentang asal mula nama KOLBANO, salah satu tempat bersejarah
di Timor Barat, sekarang menjadi tempat wisata yang berpanorama indah karena
batu dan pasir warnanya yang terkenal”
Oleh
: Nikodemus
Solle, sebagaimana yang diceritrakan oleh para leluhur turun-temurun,
juga sebagaimana yang disampaikan oleh sdr. Frederik Pit’ay, Mahasiswa Fakultas Keguruan Jurusan
Sejarah-Budaya, UNDANA Kupang, tahun
1969, dalam penelitianya yang tetuang dalam catatan-catatan wawancara dengan
penduduk Kolbano, maupun daerah
sekitarnya, untuk Skripsinya yang berjudul : “ Perlawanan Rakjat
Kolbano terhadap Pendjadjah Belanda”.
Pengantar :
KOLBANO, adalah nama sebuah tempat bersejarah di Timor
Barat, dimana dulunya menjadi tempat
perdagangan Madu dan Cendana antara populasi pribumi dengan bangsa asing (
antara lain : China, Portugal ,India ), sekarang ini menjadi salah satu Kecamatan
di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dengan nama Kolbano setelah mekar dari Kecamatan Amanuban
Selatan. Kolbano memang indah, itulah
sebabnya tempat ini menjadi tempat pariwisata yang tersohor dengan pantai yang berwarna-warni karena batu
warnanya, dan karenanya semua elemen masyarakat parut untuk menjaga
kelestarianya. Walaupun demikian, masyarakatnya udah mulai melupakan legenda
tentang nama Kolbano, dikarenakan generasi muda tidak menaruh minat untuk mendengarkan atau menulis ceritera-ceritera
rakyat dan tuturan sejarah dari para tetua. Hal ini dapat dimaklumi, karena
kebiasaan suku-suku di Timor Barat, tidak memperbolehkan seseorang bertutur
dengan sembarangan, sebab bagi “atoni pah meto” (sebutan bagi populasi
Timor Barat) adalah “Leu” atau
keramat, karena “Natoni” atau tutur
sejarah adalah “Fanu” atau mantera yang
mengandung tuah atau senjata yang dapat membawa kemalangan (jika salah
bertutur) atau membawa keberuntungan (jika benar). Lebih dari pada itu, pada
jaman penjajahan, banyak sekali perubahan kekuasaan dari bangsawan yang asli
kepada bangsawan bentukan penjajah karena kepentingan perdagangan dan
kepentingan penjajahan, sehingga menyebabkan suku yang berkuasa berusaha
menghilangkan pengaruh suku penguasa terdahulu dengan cara – cara kekerasan sehingga dalam “Natoni”
atau bertutur terdapat istilah “aum uab / uab amut” atau ceritra yang
dibungkus, atau dikemas, sehingga tidak dibuka untuk umum karena biasanya
ceritra itu memalukan seseorang ( raja / penguasa / bangsawan, atau suku /
marga tertentu) ataupun “uab amut” itu
terjadi karena “fanu” (mantra) seseorang terkait marga / suku agar tidak diketahui orang lain atau marga /
suku lain, karena dapat menyebabkan kemalangan bagi yang melakukan “natoni”.
Karena itulah,
maka sejarah tentang suku-suku ataupun legenda-legenda tempat di Timor Barat (Pah Meto) sangat sulit didapatkan,
bahkan hampir punah. Tanpa bermaksud lain-lain, kecuali hanya untuk
melestarikan ceritra rakyat Timor Barat
(Atoni Pah Meto), maka penulis berusaha sedapat mungkin, menceritrakan
kembali tuturan “Natoni” leluhur dari penulis tentang asal mula nama tempat KOLBANO,
sebagai upaya melestarikan kekayaan budaya yang dimiliki oleh “Atoni Pah Meto”.
Beginilah legenda asal mula nama “Kolbano” :
Konon pada zaman dahulu, disuatu tempat bernama Balka ma Laepun1) (Balka dan Laepun), tinggallah seorang Kepala Suku dari marga Sole yang juga diakui sebagai raja di kerajaan “Pene mFaifnome2)” yang wilayah kekuasaanya meliputi “Humoen, Pah Nai Lamu3)”, termasuk
“Balka dan Laepun”. Pada suatu saat,
raja Sole, memerintahkan pada rakyatnya untuk membuat etu4) baginya di sebuah tempat yang bernama “Noe Sop5” . Etu tersebut diolah dan ditanami dengan sain6), yang semakin hari
semakin bertambah subur dan lebat, hingga berbulir dan matang. Bulir yang dipenuhi biji sain terlihat kuning keemasan di timpa
sinar matahari. Selama menunggu masa penuaianya, etu tersebut ditunggui
oleh para abe’at7) dan abhaet8)
raja. Tetapi sayang seribu sayang, rupanya para abe’at dan abha’et lengah
dan tidak menjaga etu dengan baik
sehingga bulir sain sebagianya dimakan habis oleh kol sain).
Pada suatu
petang, raja Sole rindu untuk melepas kejenuhannya. Sang raja keluar dari sonaf9)-nya dan menuju ke etu di Noe Sop dengan harapan dapat menikmati keindahan etu yang penuh dengan sain menguning keemasan tertimpa cahaya matahari.
Tetapi alangkah terkejut dan sedihnya raja, ketika didapati bahhwa sain sain
itu telah rusak dan habis sebagianya. Dengan sedikit marah dipangilnya para abe’at dan abha’et-nya seraya bertanya : “ Apa gerangankah yang membuat sais-sain
ini rusak ?” dengan takut para abhe’at dan abha’et menjawab : “ Usi… le kol an-ana lulu mtasa le kalu
nkaet hanan on bano es na leu sin”
(artinya : Ya raja…itu burung
kecil, yang paruhnya merah, yang kalau berkicau seperti bunyi giring-giring
yang merusakanya)…
Raja yang
bijaksana ini, sedikit merenung lalu berkata pada para abe’at dan abha’et-nya :
“ Oh….tidak apa-apa… sebab hari ini barulah saya menemukan nama yang baru bagi
negeri ku yaitu “ KOL HAN BANO10)”
(burung yang bersuara seperti bunyi giring-giring).
Demikianlah
kemudian dalam waktu-waktu seterusnya sebutan KOL HAN BANO berubah menjadi KOL
BANO11) sampai dengan saat ini.
Keterangan :
1).
Balka ma Laepun (Balka dan Laepun) adalah : Nama Kolbano pada masa lampau,
menurut Frederik Pit’ay, 1969, dalam Skripsinya yang berjudul “
Perlawanan Rakjat Kolbano terhadap Pendjadjahan Belanda” menyebutkan
bahwa Balka dan Laepun adalah nama pada masa lampau dari Kolbano, dimana Balka dan Laepun adalah tempat kediaman pertama dari bangsawan Sole.
2). Pene
mfaifnome / Pene ma Faifnome adalah : Nama tempat dimana Suku Sole, menjadikan “
Faifnome” (Bintang Timur / Bintang Fajar) sebagai lambang Suku-nya. Pene = Memandang, Faifnome = Bintang fajar / Bintang Timur.
Wilayah ini menjadi bagian kerajaan Bangsawan Sole, bahkan masih meninggalkan
bekas istana kerajaan. Pene = kemudian
pernah disebut sebagai Pene Selatan menjadi
berdekatan dengan Sei dan Pana. Kesemuanya ini adalah satu kesatuan ceritra terkait “
Pene mfaifnome” (akan di ceritrakan tersendiri)
3).
Humoen, Pah Nai Lamu, adalah suatu
wilayah luar yang masih kosong yang ditumbuhi oleh padang rumput dan merupakan
negeri tanah hutan. Menurut tuturan para tetua, Suku Sole pendatang
pertama dan merupakan yang sulung, ketika datang hendak menetap di Lunu, tetapi karena Lunu
hanyalah tempat yang terdiri dari padang rumput belaka, maka Suku ini
meneruskan perjalanan ke Nakfunu melalui
pinggir pantai laut selatan dan menetap di suatu tempat yang kemudian mereka
namakan “ Pene” karena mereka memandang bintang timur (terkait dengan ceritra tentang Pene
mfaifnome), Lalu Negeri Selatan ini di kenal sebagai Pah Nai Lamu.
4). Etu = Kebun milik raja, yang dipersembahkan dan dikerjakan
oleh Rakyatnya (terutama dari keluarga Permaisuri )
5).
Noe Sop terdiri dari kata Noe artinya: Kali / sungai dan Sop (dari kata : namsop) yang berarti : Selesai /Penghabisan. Jadi Noe Sop artinya Penghabisan Sungai,
atau Sungai / Kali selesia atau Ujung
Kali / Sungai (muara). Untuk mengingat
sejarah tentang penyebutan nama baru KOLBANO bagi BALKA ini maka tuturan (natoni)
selalu diasimilasikan nama tempat ini
sebagaimana layaknya sastra timor barat dimana selalu dibuatkan empat
seuntai yakni : Balka mLaepun, Kolbano mNoesop
( Balka dan Laepun, Kolbano dan Noesop).
6).
Sain = tumbuhan jewawut (bijinya
halus bulat dan kecil dalam jumlah sangat banyak pada satu bulir, bentuk daunya
seperti padi, tumbuh berumpun seperti padi dari jenis rumput-rumputan dan
merupakan bahan makanan raja “pah meto” pada zaman dahulu.
7).
Abe’at = selalu melek matanya /
tidak mengantuk julukan bagi PENJAGA /
PENUNGGU
8).
Abha’et = Hamba sahaya / Abdi
9).
Sonaf = Istana Raja , Singgasana
10).
KOL HAN BANO = KOL (dari KOLO = Burung),
HAN (dari HANAN = Suara / bunyi), BANO
= Giring – Giring. Jadi KOL HAN BANO artinya : Burung yang suaranya seperti
bunyi giring-giring
11).
KOL BANO = Kol (dari Kolo = Burung), Bano = Giring-giring. Jadi Kol Bano =
Burung Giring-Giring (suaranya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar